Lumajang – Sidang lanjutan kasus ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) digelar pada Selasa, 18 Maret 2025 di Pengadilan Negeri Lumajang. Tiga terdakwa yang terlibat dalam penanaman ganja di kawasan konservasi ini memberikan pengakuan mengejutkan di hadapan majelis hakim, mengungkapkan bahwa mereka disuruh untuk menanam ganja setelah dijanjikan uang oleh Edi, seorang tersangka yang kini masih dalam status buron.
Ketiga terdakwa yang disidangkan tersebut adalah Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam, dan Bambang bin Narto, yang semuanya berasal dari Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Redite Ika Septina dengan anggota hakim I Gede Adhi Gandha Wijaya dan Faisal Ahsan itu dihadiri oleh ketiga terdakwa yang saling menjadi saksi satu sama lain.
Edi yang Menjadi Dalang di Balik Ladang Ganja
Dalam kesaksiannya, ketiga terdakwa mengungkapkan bahwa mereka memperoleh bibit ganja dan pupuk dari Edi, yang juga memberikan petunjuk mengenai lokasi-lokasi yang tepat untuk menanam ganja di kawasan TNBTS. Edi, yang kini menjadi buronan, tidak hanya memberi mereka bahan-bahan yang dibutuhkan, tetapi juga mengajari mereka cara merawat dan memelihara tanaman ganja hingga siap panen. Edi menjanjikan mereka upah Rp 150.000 setiap kali turun ke ladang, dan Rp 4 juta per kilogram ganja setelah panen.
Menurut Bambang, salah satu terdakwa, “Setiap kali turun ke ladang, Edi selalu menjanjikan imbalan yang sangat menggiurkan. Setelah panen, kami dijanjikan Rp 4 juta per kilogram. Itu sebabnya kami bertahan dan terus menanam ganja.”
Alasan Para Terdakwa Menanam Ganja
Para terdakwa mengungkapkan bahwa mereka bersedia menanam ganja di kawasan TNBTS karena janji uang yang ditawarkan oleh Edi. Meskipun mereka saling mengenal sebagai tetangga, mereka tidak mengetahui bahwa tindakan mereka akan melibatkan penanaman narkotika dalam kawasan konservasi yang dilindungi oleh negara. Tono, yang merupakan menantu dari Tomo, mengaku tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah pelanggaran hukum.
Selain itu, mereka merasa bebas keluar masuk kawasan TNBTS tanpa kendala. Mereka menganggap kawasan itu seperti lahan pribadi mereka, tanpa ada sosialisasi atau pengarahan dari pihak TNBTS terkait larangan menanam ganja.
Terkait Sosok Edi yang Masih Buron
Jaksa Penuntut Umum, Prastyo Pristanto, mengingatkan para terdakwa untuk bersikap terbuka dan jujur dalam persidangan. Dalam interogasi, jaksa terus menggali informasi terkait peran Edi dalam kasus ini. Edi, yang kini menjadi buron, diyakini menjadi dalang utama dalam penanaman ganja ini, dan para terdakwa mengaku hanya mengikuti perintahnya karena percaya pada janji perlindungannya jika aktivitas mereka diketahui pihak berwajib. “Edi yang akan menanggung segala akibatnya,” ujar Tomo, salah satu terdakwa.
Dua Terdakwa Baru Dihadapkan ke Sidang
Selain tiga terdakwa yang sudah disebutkan, sidang yang sama juga mengadili dua terdakwa baru, yaitu Suwari bin Untung dan Jumaat bin Seneram, yang keduanya juga berasal dari Dusun Pusung Duwur. Sidang yang digelar pada siang itu berfokus pada pembacaan surat dakwaan terhadap kedua terdakwa baru tersebut. Kedua terdakwa tersebut didakwa dengan tindak pidana penanaman ganja sesuai dengan Pasal 111 Ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi akan dilaksanakan pada Selasa, 25 Maret 2025.
Total Terdakwa dan Proses Hukum Lanjutan
Dengan penambahan dua terdakwa baru, jumlah terdakwa dalam kasus ini menjadi enam orang. Namun, Ngatoyo, salah satu terdakwa, telah meninggal dunia, sehingga dakwaannya gugur. Para terdakwa menghadapi dakwaan yang sama, yaitu menanam, memelihara, memiliki, atau menyimpan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman ganja dengan jumlah lebih dari satu kilogram atau lima batang pohon ganja.
Dengan semakin terbukanya fakta-fakta dalam persidangan, diharapkan kasus ini dapat segera diselesaikan dan menjadi pelajaran penting tentang pentingnya perlindungan terhadap kawasan konservasi serta dampak dari peredaran narkotika di Indonesia.
Editor : Indonesia Terkini
Sumber Berita: Tempo








