KUALA LUMPUR – Upaya damai tengah digelar di tengah memanasnya konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Kedua negara sepakat mengirim delegasi tinggi ke Malaysia untuk menggelar perundingan gencatan senjata, Senin (waktu setempat), di bawah mediasi regional oleh pemerintah Malaysia selaku ketua ASEAN saat ini.
Delegasi Thailand dipimpin langsung oleh Penjabat Perdana Menteri Phumtham Wechayachai, sementara dari pihak Kamboja hadir Perdana Menteri Hun Manet. Pertemuan ini digelar menyusul peningkatan eskalasi militer di wilayah sengketa, yang dalam beberapa hari terakhir telah menewaskan lebih dari 30 orang, termasuk 13 warga sipil Thailand dan 8 warga sipil Kamboja.
Krisis Kemanusiaan dan Ketegangan di Garis Depan
Sejak bentrokan bersenjata meletus empat hari lalu di sepanjang wilayah perbatasan sepanjang 817 kilometer, lebih dari 200.000 warga sipil dari kedua negara telah dievakuasi. Artileri berat, roket jarak jauh, dan serangan darat dilaporkan terjadi silih berganti, memicu kekhawatiran internasional akan potensi konflik berskala penuh di Asia Tenggara.
“Kami masih mendengar dentuman artileri dari wilayah perbatasan. Thailand dan Kamboja saling melemparkan tuduhan dan serangan,” lapor Tony Cheng dari Al Jazeera, yang berada di provinsi Surin, Thailand.
Kamboja menuduh pasukan Thailand menembaki kawasan kuil bersejarah, sementara Thailand menyatakan bahwa pasukan Kamboja telah menyerang permukiman sipil pada dini hari. Kedua belah pihak menyatakan siap untuk berdamai, namun masing-masing mengajukan syarat agar pihak lawan mundur lebih dulu.
Diplomasi Internasional: AS dan PBB Turun Tangan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump turut campur tangan dalam krisis ini. Dalam wawancaranya di Skotlandia, Trump mengaku telah berbicara langsung dengan kedua pemimpin dan memperingatkan bahwa perjanjian perdagangan dengan Washington akan ditangguhkan jika pertempuran berlanjut.
“Saya berbicara dengan Phumtham dan Hun Manet. Saat saya menutup telepon, saya tahu mereka ingin berdamai,” ujar Trump.
“Kami menunda negosiasi tarif dengan kedua negara hingga mereka mencapai gencatan senjata.”
Trump juga menyampaikan bahwa Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn, akan berkoordinasi dengan Menlu AS Marco Rubio untuk mendorong proses diplomasi lebih lanjut. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak agar gencatan senjata segera disepakati demi menghindari krisis kemanusiaan yang lebih parah.
Akar Konflik: Kuil Kuno dan Perbatasan yang Kabur
Konflik perbatasan ini bukan baru terjadi. Sejak lama, Thailand dan Kamboja berselisih mengenai kepemilikan atas kuil Hindu kuno Preah Vihear dan Ta Moan Thom, peninggalan abad ke-11. Meskipun Mahkamah Internasional telah menetapkan kuil Preah Vihear sebagai milik Kamboja pada tahun 1962, ketegangan memuncak kembali sejak tahun 2008 ketika Kamboja mendaftarkannya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Suara Rakyat: Perdamaian adalah Harapan Bersama
Di tengah ketidakpastian, harapan untuk perdamaian tetap hidup—terutama dari masyarakat yang terdampak langsung. Di kamp-kamp evakuasi, ribuan warga menanti kepastian masa depan mereka.
“Kami datang hampir tanpa apa-apa, hanya pakaian di badan,” ujar seorang pengungsi di Surin.
“Kami tidak tahu apakah harus tinggal di sini selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan.”
Warga dari kedua sisi perbatasan berharap konflik segera dihentikan.
“Akan sangat baik jika kedua negara sepakat untuk damai,” kata Sreung Nita, mahasiswi di Phnom Penh.
“Saya senang Amerika Serikat menekan kedua pihak untuk gencatan senjata. Itu bisa membawa ketenangan,” tambah Thavorn Toosawan, warga provinsi Sisaket, Thailand.
Kesimpulan: Diplomasi Diuji, Perdamaian Diharapkan
Perundingan di Malaysia hari ini menjadi ujian penting bagi diplomasi regional dan internasional. Dengan korban jiwa yang terus bertambah dan warga sipil terjebak di tengah konflik, dunia menanti hasil konkret dari meja perundingan.
Jika berhasil, gencatan senjata ini bisa menjadi langkah pertama menuju solusi damai yang berkelanjutan. Namun jika gagal, Asia Tenggara akan menghadapi salah satu krisis perbatasan paling serius dalam satu dekade terakhir.
Penulis : Huzair.Zaenal
Editor : Huzair.Zaenal
Sumber Berita: SindoNews








